Sunday, November 3, 2013

TRAVELLING NOW : KALIMANTAN TIMUR > The Pilot

Sabtu 12 Oktober 2013 menjadi hari keberangkatan tim Jejak Petualang ke Kalimantan Timur.. Kali ini saya jalan dengan tim yang baru lagi.. Belum pernah jalan bareng sebelumnya, but I really loveeeee this team! Mereka udah saya anggap keluarga karena selama trip ini kita jalanin susah seneng bareng2… Reporternya adalah mbak Merta (@memertaa) dan Campers saya adalah mas Irfan (@irfanfadli7) atau saya biasa manggilnya Ntong, karena dia anak betawi asli (cuma saya lupa nanya dia kenal ama si Doel anak sekolahan atau nggak…)
 
Inilah diaaa, Tim Kalimantan Timur... Aseloleeee!
Mbak Merta itu tipikal reporter yang heboh, seru dan imajinasinya luar biasa tinggi.. Berbeda lah sama saya yang kalem, anggun dan manis manja hahaha… NOPE! She is so like me… Kita sama-sama heboh, seru dan penuh imajinasi tinggi.. Makanya selama liputan ga susah beradaptasi dengan orang baru kayak mbak Merta.. Karena pikiran kita sama! Apalagi kalo udah urusannya ngerjain orang… Kita sama-sama iseeeeng bukan main.. dan yang suka kita godain selama trip di Kalimantan ini, ga lain dan ga bukan, adalah fixer kita, Pak Wijaya... Hahaha

Ohiya, udah tau kan istilah orang-orang yang terlibat dalam liputan.. Ada yang namanya FIXER dan NARASUMBER.. Fixer itu adalah seseorang yang memastikan semua hal tentang liputan, mulai dari materi liputan, lokasi, akomodasi dan informasi dalam keadaan terkontrol.. Biasanya, sebelum tim JP tiba di kota liputan, kita koordinasikan dulu dengan fixer apa aja yang seru buat diliput dari Jakarta.. Begitu udah cocok dan fix materinya, kita berangkat, ketemu fixer di kota liputan dan fixer pun setia menemani kita selama trip.. Nah beda lagi dengan narasumber. Narasumber adalah orang yang memberikan informasi lebih spesifik, biasanya tiap segmen narsumnya beda-beda.. Misalnya, saya liputan mencari ikan cakalang dengan Pak Michael, sang nelayan lokal yang udah puluhan tahun melaut di perairan Biak… Pak Michael inilah yang disebut sebagai narasumber…

Daaaan, fixer kita di Kalimantan Timur kali ini adalaaah Pak Wijaya!! Pak Wijaya ini sebenarnya adalah seorang dosen dan peneliti di Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman.. Dia udah pernah menemani tim JP liputan saat Ekspedisi Borneo sekitar bulan Maret 2013 lalu, yang hostnya mbak Indrayani Laksmi.. Sempet eksis juga sebagai narasumber di beberapa episode JP Ekspedisi Borneo edisi Dayak Kenyah misalnya, dan akhirnya tim JP bertemu lagi dengannya, tapi kali ini saya sebagai hostnya…Pak Wijaya ini orangnya pintar, berisi, dan penuh dengan kalimat-kalimat bijak kalo bertutur kata.. Setiap dia ngomong, bisa kali dibikin buku dari kalimat-kalimat bijak yang dilontarkannya.. Cuma ya ituuu, kadang kalo jayusnya lagi kumat bikin kita-kita gatel banget buat godain... Tingkah lakunya terkadang absurd dan diluar nalar tapi justru itu yang bikin dia lucu.. Intinya, dia orang yang cerdas dan filosofis pemikirannya namun humble dan down to earth dengan kelucuannya..

Nah! Pak Wijaya, sangaaat dekat sekali dengan campers saya yang satu ini, NTONG! Si anak betawi yang satu ini, ga kalah anehnya.. Sebenarnya sulit sih mendeskripsikan Ntong ini.. Dia itu dibilang pendiem kagak, rame banget juga kagak.. karena kadang-kadang dia diem, kadang suka teriak2, tapi kadang aliiiim banget.. Ntong ini anaknya solatnya rajin dan tepat waktu, apalan surat-suratnya juga kuat.. Maklum, dia anak pesantren Madrasah Tsanawiyah! Malahan pernah nih, waktu kita lagi liputan di pedalaman dan tengah melaksanakan solat Idul Adha di desa Rantau Layung, namun mungkin karena lagi khilaf sang imam melakukan kesalahan dalam mengucap bacaan surah, dan Subhanallah! kemudian dikoreksi sama Ntong saat itu juga.. Dari shaf belakang sih saya mendengar suara koreksinya sayup-sayup, namun suaranya khas agak serak-serak.. itu pasti suara campers gue, M. Irfan Fadliiiii… Banggaaaa! xD

Ohya, ngomong2 driver kita di Kaltim kali ini adalah bang Ipansyah.. Dia adalah salah satu driver yang paling cool yang pernah saya temui karena disaat dia tidak menemani tim Trans 7 liputan, dia bekerja di BASARNAS Kaltim di bagian Save n Rescue.. is it cool, or what?! Bahkan, bang Ipan udah punya license diving kelas Rescue, bukan Open Water lagi! Jadi kalo diajak ngomongin soal diving, dia nyambung banget!

AND NOOOOOW, LET’S START THE JOURNEY!

Kami semua memulai perjalanan dengan janjian seperti biasa di kantor TRANS 7 pada pukul 4 pagi.. YES! Pagi-pagi buta, I know! Karena semua itu udah direncanakan sama reporter saya, kita ambil jadwal penerbangan sepagi mungkin karena perjalanan kali ini cukup panjang… Sesampainya di Balikpapan, kita harus melanjutkan perjalanan dengan ferry selama 2 jam yang kemudian dilanjutkan dengan perjalanan darat selama 4 jam.. Sesampainya di tujuan kita harus survey dan persiapan masuk ke pedalaman, semuanya itu dilakukan dalam satu hari.. So,YES! We gotta catch up the earliest flight as best as we can.. Karena kita dalam jadwal penerbangan pukul 06.30 WIB, jadi kita janjian di kantor TRANS 7 sekitar pukul 4 pagi.. 

Penerbangan paling pagi yang kita dapatkan adalah penerbangan ke Balikpapan dengan maskapai Garuda Indonesia yang kebetulan lagi promo (Yay!), jadi kita dapet tiket seharga Rp. 700.000/pax sudah termasuk makan pagiiiii… *Ooh, I love special package!* Pesawat berangkat pukul 07.00 pagi dari terminal F3 Bandara Internasional Soekarno Hatta, dan waktu tempuh Jakarta-Balikpapan adalah 1 jam 47 menit.. Karena kelelahan kurang tidur, jadi waktu selama di pesawat kami gunakan untuk istirahat secukupnya hingga tak terasa kami sudah mendarat di Bandara Sepinggan, Balikpapan pada pukul 09.15 WIB

Ini kali pertama saya menjejakkan kaki di tanah Kalimantan, dan Kalimantan Timur merupakan provinsi pertama yang menjadi tujuan saya... Saya hirup dulu dalam-dalam udara Kalimantan seperti apa.. Ternyata suhunya cukup panas disana, secara gituuuu dekat dengan garis khatulistiwa.. Cuacanya pun lagi terik-teriknya, padahal masih jam 10an… Keluar dari terminal setelah mengambil semua bagasi, saya melihat disamping Bandara Sepinggan tengah dibangun flyover yang masih setengah jadi.. Rupanya kota Balikpapan sedang berkembang pesat seperti kota-kota besar lainnya di Kalimantan.. Balikpapan kadang suka ketuker dengan Samarinda perihal yang mana ibukota Kalimantan Timur… Samarinda-lah ibukota dari provinsi Kalimantan Timur.. Balikpapan merupakan kota besar yang maju di Kalimantan Timur..

pembangunan flyover tepat disamping bandara Sepinggan, Balikpapan
Sebelum pemekaran Provinsi Kalimantan Utara pada tanggal 25 Oktober 2012, Kalimantan Timur merupakan provinsi terluas kedua di Indonesia atau 11% dari total luas wilayah Indonesia..Kalimantan Timur terdiri dari 7 Kabupaten dan 3 Kota, dan penduduk aslinya adalah suku Dayak.. Nah, tujuan tim Jejak Petualang di Kalimantan Timur kali ini adalah Kabupaten Paser yang terletak di bagian selatan provinsi Kalimantan Timur.. Kabupaten Paser sendiri terdiri dari 10 kecamatan : 
  1. Kec. Batu Engau 
  2. Kec. Batu Sopang 
  3. Kec. Kuaro 
  4. Kec. Long Ikis 
  5. Kec. Long Kali 
  6. Kec. Muara Komam 
  7. Kec. Muara Semu 
  8. Kec. Pasir Belengkong 
  9. Kec. Tanah Grogot 
  10. Kec. Tanjung Harapan
Yang akan menjadi tujuan kita adalah kecamatan Batu Sopang (desa Kasungai dan desa Rantau Layung) dan Muara Komam (desa Swan Slutung). Namun dari 10 kecamatan tersebut, dari cerita pak Wijaya (fixer kami), kecamatan Tanah Grogot lah yang paling menarik perhatian kita.. Di kecamatan tersebut, bisa disebut dengan kecamatan UNGU! Kenapa? Karena disana mayoritas bangunan dan sarana pemerintah dibuat berwarna ungu! Dari jalanan trotoar, sekolah negeri, puskesmas, kantor kecamatan, kendaraan dinas, bahkan sampe perahu ketinting pun dibuat berwarna UNGU! Sebenarnya ga cuma di Tanah Grogot aja kita bisa menemukan fenomena Purple City seperti ini, tapi masih bisa dijumpai juga di seantero kabupaten Paser.. Tapi ya itu, paling banyak ditemukan di kecamatan Tanah Grogot.. Semuaaaaa serba UNGU! Makanya kalo sekali-kali mampir ke kabupaten Paser jangan lupa main ke kecamatan Tanah Grogot! :p

Anyway, untuk lebih lengkapnya mengenai Kalimantan Timur, kalian bisa klik
disini.

Provinsi Kalimantan Timur berwarna kuning, letak Kabupaten Paser yang diarsir merah

LANJUT KE CERITAAAA!

Bertolak dari Bandara pada pukul 10.00 WITA, sudah kebiasaan kami untuuuuuk ….. CARI MAKAAAN! Tepatnya makanan khas kota tujuan, Balikpapan… Namun tampaknya kita masih kebingungan nih cari makan makanan khas disini, jadinya karena dikejar waktu kami hanya sempet makan di Rumah Makan Banjar di Jl. Proklamasi, Balikpapan.. Kalo ada yang tau makanan khas Balikpapan kabar-kabarin yak! Siapa tau lain waktu liputan kesana lagi jadi ga bingung mau kemana… :D

Setelah makan siang, kami langsung menuju ke Pelabuhan Kariangau sekitar 1 jam dari pusat kota Balikpapan, dan langsung naik ferry menuju ke Pelabuhan Panajam… Biaya ferry-nya cukup merogoh kocek sebesar Rp.184.000/mobil, atau Rp.15.000/orang, namun kata driver kami harganya suka berubah-ubah, tergantung jenis ferrynya dan waktu naiknya... Dihibur dengan pemandangan kota Balikpapan dari kejauhan selama menaiki ferry, akhirnya tak terasa 1 jam kemudian, pukul 15.30 WITA kami berlabuh di pelabuhan Panajam..

Anyway, tujuan kita hari ini adalah kecamatan Long Ikis, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur… Yap! Kita akan bertualaaaaaang di sekeliling kabupaten Paser selama hampir 2 minggu, sepanjang liputan.. Namun untuk hari pertama, kami akan bermalam dulu di rumah pak Debang, kerabat lama dari pak Wijaya yang sangat memahami wilayah kabupaten Paser.. Pak Debang inilah yang akan memandu kita selama liputan dimulai dari pedalaman desa Rantau Layung hingga mengantarkan kami ke pedalaman suku Dayak Muluy untuk tracking ke Gunung Lumut… So, buat kalian yang mau naik ke Gunung Lumut? Saran saya, cari saja pak Debang orangnya!

Untuk menuju ke Long Ikis memang membutuhkan waktu dan tenaga ekstra, apalagi buat yang datang jauh-jauh dari luar Kalimantan.. Setelah menempuh perjalanan udara dari Jakarta – Balikpapan, dilanjut naik ferry selama satu jam, dan masih menempuh perjalanan darat lagi selama 1.5 jam hingga akhirnya kita tiba di kecamatan Long Ikis.. Di rumah pak Debang lah kami merencanakan agenda liputan hingga matang dan malamnya di pasar induk kecamatan kami belanja logistik untuk liputan…

Keesokan paginya, di hari Minggu yang cerah kami siap berangkat untuk liputan hari pertama... Liputan hari ini ternyata lokasinya agar geser sedikit dari Long Ikis, yakni di desa Kasungai, kecamatan Batu Sopang, namun masih di kabupaten Paser.. Pukul 08.30 WITA kami menuju ke desa Kasungai yang jarak tempuhnya selama 1.5 jam dari Long Ikis.. Setibanya disana, kami disambut oleh kepala desa Kasungai yang siap membantu kami liputan di Gua Tengkorak nanti, namanya Pak Birun.. Yang paling saya ingat dari pak Kades yang satu ini sebenarnya adalah filosofis hidupnya.. Bisa dibilang desa Kasungai merupakan wilayah yang jauh dari perkotaan dan berada di antara belantara kebun kelapa sawit yang ada di kecamatan Batu Sopang, namun pemikiran pak Birun terbilang modern dan visioner. Bukan, bukan tentang ilmu politiknya mengingat dia seorang pemimpin desa.. Tapi lebih ke prinsip hidupnya tentang keluarga.. Pak Birun tampaknya mengutamakan keluarga di atas segalanya.. Ia sangat memikirkan pendidikan dan kesejahteraan anak-anaknya.. Dulu, sebelum menjabat sebagai kepala desa Kasungai, ia adalah kepala desa Rantau Buta, desa yang lebiiiih masuk ke pelosok dibandingkan desa Kasungai.. Namun fasilitas pendidikan di desa Rantau Buta tidak memadai, cuma ada 1 Sekolah Dasar disana, itupun tidak setiap hari gurunya bisa hadir untuk mengajar.. Paham dengan hal itu, pak Kades akhirnya memutuskan untuk turun ke bawah, ke desa Kasungai yang fasilitas pendidikannya lebih memadai... Akhirnya, ia dan keluarga menetap di desa tersebut hingga akhirnya ia terpilih menjadi Kepala Desa Kasungai yang baru.. Hingga akhirnya sang istri telah meninggal dunia, pak Birun pun tetap mengutamakan pendapat anak-anaknya saat ia memutuskan untuk menikah lagi.. Lucunya, ia punya sebuah prinsip yang bener juga kalo dipikir-pikir.. Prinsipnya, mencari pasangan itu seperti mencari channel gelombang radio.. Radio itu adalah calon pasangan, sementara gelombangnya adalah keluarga kita.. Jika gelombangnya tidak cocok, maka suara yang dihasilkan tidak akan bagus.. Maka ia mencari wanita yang pada akhirnya cocok dan diterima oleh kelima anak-anaknya, hingga akhirnya pak Birun menemukan istrinya yang sekarang ini…

Well, it was a great conversation then, meski singkat tapi penuh makna.. Karena waktu yang terbatas, selepas obrol-obrol ringan dengan pak Kade kita langsung turunkan bawaan ke dalam penginapan dan langsung survey ke Gua Tengkorak…

YEEESS! Liputan pertama kami : GUA TENGKORAK! Agak menakutkan pada awalnya, liputan sebelumnya di Biak bulan September lalu saya pernah juga membahas tentang tengkorak-tengkorak prajurit Jepang saat meletus Perang Dunia II dan sedikit mengalami gangguan kecil, jadi saat liputan Gua Tengkorak di desa Kasungai kali ini agak sedikit deg-degan juga… Tapi untungnya liputan berjalan lancar dan aman sentosa.. Fwuuuhh!

Untuk menuju ke Gua Tengkorak di desa Kasungai, hanya ada satu akses jalan darat dan saat kita hampir tiba di tujuan sekitar 300 meter dari Gua Tengkorak, kita tak bisa membawa kendaraan roda empat karena kita harus menyebrangi jembatan kayu yang hanya cukup untuk dilewati motor.. Setelah memarkirkan mobil di pinggir jembatan, kita menuju ke lokasi berjalan kaki.. Ternyata Gua Tengkorak itu letaknya tinggi di atas tebing batu cadas (sekitar 20 meter di atas permukaan tanah), yang jika kita tak jeli melihatnya mungkin kasat mata, karena lebar mulut guanya saja hanya sekitar 2 meter. Namun sekarang pemerintah telah menjadikan Gua Tengkorak sebagai objek wisata sehingga sekarang sudah dibuat pijakan anak tangga zig-zag dan atap yang melindungi gua tersebut.. Meskipun begitu, tidak dipungut biaya untuk sekedar mengunjungi gua yang letaknya persis di depan sungai Kasunge ini…

Bersama bapak Timbel, narasumber kita kali ini, ia kemudian mulai menceritakan sejarah dari Gua Tengkorak…Dahulu kala, warga di desa Kasungai ini menganut kepercayaan Kaharingan, kepercayaan tradisional suku Dayak di Kalimantan, ketika agama lain belum memasuki Kalimantan... Namun seiring dengan masuknya agama Islam disini, lambat laun warga memeluk agama Islam namun Gua Tengkorak masih tetap dijaga oleh warga sekitar sebagai warisan budaya dari kepercayaan Kaharingan yang ada di Kalimantan.. 

Dulu saat masih menganut paham animisme Kaharingan, warga Desa Kesungai yang telah meninggal mayatnya tidak dikubur, namun dibungkusa dan diletakkan dalam sebuah lubang kayu yang sengaja dibuat seperti peti mati. Proses pembungkusannya ini berlangsung sekitar setahun hingga jasadnya habis dan tinggal tersisa tengkorak dan kerangkanya, yang kemudian siap dipindahkan ke dalam gua. Sebelum dipindahkan, keluarga mengadakan pesta potong kerbau terlebih dahulu, baru kemudian tengkorak dan tulang belulang dipindahkan ke dalam gua.. Saat mengadakan pesta pemindahan kerangka, pesta tersebut diadakan besar-besaran, bahkan sampai mengundang warga di luar kampung untuk hadir.. Makanya, prosesi pemindahan kerangka ke dalam gua tidak dilakukan hanya untuk satu mayat saja tapi dalam jumlah banyak sekaligus.. Dulu guanya belum ada anak tangga menuju ke atas.. Dengan ketinggian gua sekitar 20 meter di atas tanah, kebayang ga bagaimana caranya orang jaman dulu ngangkat tulang-belulang untuk disemayamkan di gua??!

Setelah menaiki puluhan anak tangga dan tiba di pintu gua, sudah terlihat jejeran tengkorak di lantai gua.. Luas dari Gua Tengkorak tidak terlalu besar namun ternyata sanggup menampung sekitar 60 tengkorak dan tulang-belulang (!!!) yang diyakini oleh warga desa Kasungai adalah milik nenek moyang mereka.. Dengan tinggi hanya 1.5 meter, saya masuk ke gua dengan membungkuk.. Memasuki gua lebih dalam, saat dapat melihat ke atas, saya bisa melihat stalaktit dan stalagmit yang menghiasi atap gua, dan kondisi mencekam sedikit terasa di dalam.. Kondisi tengkorak yang ada di Gua Tengkorak sebagian masih utuh, namun ada pula yang sudah pecah.. Di lantai gua tersusun rapi tengkorak-tengkorak dan tulang belulang bertebaran di sekelilingnya.. Warga disini meyakini untuk tidak menyentuh, memindahkan atau bahkan mencuri tengkorak dan tulang belulang yang ada di gua ini karena akan membawa malapetaka, jadi saya cuma melihat pak Timbel menebar sesajen berupa beras kuning dan kembang 7 rupa aja dari kejauhan di mulut gua… Hiiiiiii…

Banyak cerita yang saya dapatkan dari warga disini.. Salah satunya pernah ada orang asing yg datang dari luar desa hendak mencuri kerangka dari Gua Tengkorak, dari pertama niat buruknya itu sudah dilarang oleh warga desa, namun ia bersikeras ingin mengambil salah satu tengkoraknya.. Karena satu-satunya akses jalan darat sudah dihadang oleh warga desa, ia memilih kabur lewat jalur sungai Kasungai, tetap dengan membawa tengkorak dari gua tersebut, namun naas kesialan menimpanya.. Keesokan harinya ia ditemukan sudah tidak bernyawa karena hanyut disungai…

Sekarang Gua Tengkorak ini, bersama dengan Gua Loyang, masih dijaga kelestariannya sebagai objek wisata warisan budaya di desa Kasungai, Kab. Paser, Kalimantan Timur.. Bahkan masih banyak masyarakatnya yg memberikan upeti atau sesajen berupa beras kuning, kuntum bunga, minyak wangi-wangian bahkan rokok sebagai pembayaran nazar mereka saat keinginan mereka terpenuhi.. Yang saya sayangkan, tepat di depan gua tengkorak ini sedang ada proses pembangunan kolam pemandian dan kolam pemancingan besar-besaran.. Memang belum jadi sih karena sekarang masih dalam proses pembangunan, tapi kalo udah jadi pasti bakal jadi rame banget dan situs Gua Tengkorak ditakutkan akan terpinggirkan.. :( 

1 comment:

  1. ceritanya menarik, akan lebih menarik apabila ada foto2 lainnya..

    ReplyDelete