Monday, November 4, 2013

TRAVELLING NOW : KALIMANTAN TIMUR > Sinar Lembayung di Rantau Layung

Senin pagi, 14 Oktober 2013, kami semua sudah harus bersiap-siap untuk berangkat ke desa Rantau Layung, tujuan kedua kami setelah desa Kasungai… Perjalanan menuju desa Rantau Layung sebenarnya bisa dilalui lewat jalan darat dan sungai, namun kita memilih akses melewati sungai Kasungai karena sungai tersebut lebih dekat dengan lokasi penginapan.. Karena bawaan kami berempat segambreng (saya, mbak Merta, Ntong dan Pak Wijaya), dan alat transportasi yang ada cuma 2 motor aja, jadi kami mesti bolak-balik ambil dan taruh barang bawaan dari penginapan ke sungai Kasungai dimana perahu ketinting kami berlabuh.. Soalnya kalo dibawa dengan jalan kaki lumayan juga sih, jaraknya sekitar 300 meter.. Setelah pengecekan terakhir bawaan kami udah lengkap semua, pukul 9.30 WITA kami berangkat dengan 2 perahu ketinting yang kami sewa di malam sebelumnya seharga 1 juta rupiah / ketinting.. Tiap ketintingnya cuma dapat menampung kapasitas 4 orang saja karena barang bawaan kami luaaaaar biasa banyaknya (hehehe), jadi ketinting pertama dinaiki oleh saya, mbak Merta, pak Timbel, dan asistennya.. dan ketinting kedua dinaiki oleh Ntong, pak Wijaya, pak Blessing dan anaknya..

Saya dan teman-teman lagi bersiap-siap... (Mmm, tepatnya saya lagi ngaso deh itu... xD )

Liat deh tas bulsak merah di atas ketinting... GEDE BUANGEET!
Mbak Merta, mumpung masih rapi eksis dulu sebelum basah-basahan :p
Kalo yang ini ketinting udah jalan pun masih sempet-sempetnya ambil foto!

Ketinting itu sebenarnya seperti perahu dari kayu, cuma bentuknya langsing dan memanjang. Kaki kita cuma bisa selonjoran saking sempitnya dan kita ga boleh banyak bergerak karena ketinting sangat sensitif responnya, kalo gerak dikiiiiit aja bisa miring2 gitu.. Untung saat itu sedang musim kemarau, jadi sungainya lagi surut dan dangkal, kedalamannya aja cuma sedengkul rata-rata, yaaah paling dalam pun setengah paha lah... Kata pak Timbel, kalo lagi musim penghujan, kedalaman sungai Kasungai ini bisa sampai 3 meter!! Tapi masing-masing musim punya kelebihan dan kekurangannya sendiri, kalo musim hujan meski kedalaman airnya cukup dalam, tapi perjalanan ke desa Rantau Layung jadi lebih lancar karena tidak ada hambatan seperti batu-batu besar, jadi hanya butuh waktu 4 jam aja untuk sampai ke tujuan.. Cuma ya ngerinya kalo arus lagi kencang dan keadaan ketinting lagi ga stabil dan kemudian kapal oleng, yang ditakutkan adalah tenggelam terbawa arus kuat dari sungai Kasungai.. Nah, kalo musim kemarau kedalaman airnya jadi dangkal banget, cuma sekitar 1 meteran tapi batu-batu kalinya jadi muncul di permukaan yang membuat kita harus sering-sering turun dari ketinting dan menariknya bersama-sama.. Belum lagi banyak ditemui riak-riak dengan arus yang cukup deras dan mengharuskan kita MENGANGKAT ketinting biar bisa naik melewati riaknya.. Di bagian sini lah yang jadi pe-er. Sebelum mengangkat ketinting melewati riak, kita harus BONGKAR MUATAN mindahin semua barang yang ada di ketinting ke pinggir sungai biar ketinting lebih ringan untuk diangkat.. dan kalian tau barang-barang anak Jejak Petualang kalo lagi liputan sebanyak apa kaan?? Muahahaha… Itulah yang menguras waktu perjalanan menjadi lebih lama.. Bayangin aja, yang harusnya bisa ditempuh hanya selama 4 jam aja, pas kita liputan kemarin waktu tempuh dari desa Kasungai hingga ke desa Rantau Layung butuh waktu 9 JAM!!

Pak Timbel, sang Juru Batu
Setelah bongkar muatan seisi perahu dan angkat ketinting melewati riak, kayaknya udah saatnya kita istirahat dulu di pinggiran sungai buat makan siang.. Kebetulan udah jam 12 siang juga, perut udah pada keroncongan.. Untungnya karena mayoritas hutan di Kalimantan hutan hujan tropis dan vegetasinya cukup padat, pohon-pohonnya cukuplah melindungi kami selama makan siang dari panas terik yang menyengat siang hari itu… Batu-batuan di pinggir sungai ukuran besar-besar, jadi kami beristirahat di atas batu-batu itu dan siap menyantap bekal makan siang yang kami bawa.. Rupanya pak Blessing bawa makanan khas dari Paser yang namanya Ketikai! Ketikai ini sekilas mirip dengan ketupat, dibungkus dengan daun pisang namun bentuknya segiempat dan tak seperti ketupat yang terbuat dari beras, ketikai dibuat dari beras ketan yang telah dicampur dengan santan dan sedikit garam.. Saat dibelah langsung tercium bau pandan dan beras ketannya terlihat padat-padat banget, siap untuk disantap sama saya dan teman-teman… Rasanya? GURIH! Enak bangeeeettt.. Cuma karena terbuat dari ketan jadi ada tekstur lengket dan lumer di mulut, dan rasa gurih dari santan dan garam pada ketikai serta dipadu dengan ikan asin membuat nafsu makan saya semakin membumbung tinggi… Hingga ga kerasa saya habis 1, 2, 3 ……. Dan 4 KETIKAI sekali makan! Muahahaha, laper apa doyan, Non???

Ini penampakan Ketikai... SUMPAH ENAK BGT! :9
Kita langsung melanjutkan perjalanan habis makan siang sekitar pukul 13.00 WIT karena perjalanan masih lumayan jauh, baru setengah perjalanan! Setidaknya kita sudah melewati riak, tantangan terbesar di sungai ini, jadi kedepannya kita ga perlu lagi bongkar muatan perahu.. Begitu setidaknya kata pak Timbel, saya dan mbak Merta sedikit bernapas lega, seakan tantangan terberat sudah lewat, kita tinggal duduk manis di ketinting.. Tapi ternyataaaa… Justru setelah melewati riak banyak batu-batu kecil yang mengharuskan kita turun dari ketinting dulu agar perahunya bisa jalan.. Ga cuma sekali dua kali men kita naik turun ketinting, tapi udah ga bisa diitung lagi berapa kalinya sampai-sampai kita jadi jeli setiap lihat sungai yang dangkal, kita langsung spontan turun dari ketinting! Padahal ga diminta turun juga sama pak Timbel, Hahaha… Anyway, di setiap ketinting ada dua awak perahu yang mengemudikannya.. Yang dibelakang namanya Juru Kemudi, tugasnya mengendalikan mesin dan arah perahu ke kanan atau ke kiri.. Sementara yang di depan namanya Juru Batu, tugasnya mengarahkan juru kemudi kemana arah terbaik perahu akan diarahkan.. Mungkin dinamakan juru batu juga karena tugasnya menghindari batu-batu yang akan menabrak perahu di depannya.. Keduanya harus bekerja secara sinergis, saling percaya.. Kalo Juru Batu bilang ke kanan, ya itulah arah terbaik kemana perahu itu sebaiknya mengarah... dan Juru Batu-lah yang paling pertama tahu dimana ada batu yang menghadang dan kapan perahu harus berbelok karena posisinya berdiri di paling depan sisi perahu..

Hingga suatu kali pak Timbel, Juru Batu di perahu saya tiba-tiba berteriak, “TURUN! TURUN! PERAHU AKAN TENGGELAM!”, Sontak kami semua kaget dan ga mengerti apa yang terjadi!! Keadaannya benar-benar serba cepat saat itu.. Hanya butuh waktu sekian detik setelah pak Timbel berteriak dan loncat dari ketinting, saya kemudian tahu ketinting menabrak batu besar dan ketinting yang kami naiki perlahan-lahan TENGGELAM! Yang paling kena imbasnya adalah bagian paling belakang karena menanggung beban yang paling besar, jadi bagian belakang tenggelam lebih dulu.. Saya langsung loncat mengikuti pak Timbel, dan spontan saya lihat ke belakang, rupanya karena jarak yang cukup jauh teman-teman di belakang tidak jelas mendengar teriakan pak Timbel.. Mbak Merta yang duduk menghadap belakang dan badannya tiba-tiba tenggelam se-pinggang langsung panik dan bertanya-tanya, “Ada apa?? Ada apa??” lengkap dengan muka bingungnya.. Sampai sekarang saya masih suka ketawa kalo inget kejadian itu.. Mbak Merta yang udah seharusnya tau perahu tenggelam mengisi ketinting hingga sepinggangnya tapi dia masih nanya ada apa? ada apa? Kocak banget! Mungkin karena saat itu dia sedang menghadap ke belakang jadi ga tahu apa yang sebenarnya terjadi di depan, dan spontan kata-kata itu terucap.. Untung saat itu sungai ga begitu dalam, cuma setengah paha aja.. Jadi kami cuma bisa menertawai diri kita sendiri dari kejadian ini, dan sayalah yang tertawa paling keras saat itu… Tidak ada yang rusak atau terluka dari kejadian ini, namun pelajaran yang berharga lah yang kita dapatkan (+ tawa yang tak henti-hentinya kalo inget momennya Mbak Merta.. bwahahaha)


Surutnya air tapi tidak menyurutkan semangat kami untuk mendapai desa Rantau Layung karena selama perjalanan disuguhkan pemandangan yang luar biasa! Hutan asli yg belum terjamah oleh modernisasi yang sesekali banyak dijumpai hewan yang menampakkan diri di pinggir sungai seperti bekantan.. Bekantan yg saya temui disini ukurannya kecil, hidungnya pun tidak terlalu besar dan sebagian badan depannya berwarna pink.. Jumlahnya cukup banyak, apalagi saat sore hari dimana mereka mulai mencari makan... Selain itu juga ditemui monyet, elang, burung hantu, burung rangkong, ular, dan banyak sekali jenis burung-burung cantik berwarna-warni dengan beragam suaranya yg merdu menemani perjalanan kami menyusuri sepanjang sungai Kasungai.. Sungainya tampak jernih dan karena saat itu sedang dangkal, kita jadi bisa melihat ikan berenang-renang dari atas ketinting..


Sudah ga terhitung deh berapa kali kita naik turun ketinting karena keberatan muatan jadi saya tuker aja sepatu dengan sandal biar lebih mudah naik turun ketinting.. Tapi ternyata jalan di bebatuan sungai dengan alas kaki bikin kita mudah terpeleset karena kontur dasar sungai ga rata soalnya terdiri dari batu-batuan kecil.. Akhirnya saya dan mbak Merta lepas sandal pula biar cepet jalannya.. (tapi kemudian ga lama setelah itu kami berubah pikiran.. Kelamaan ga pake sandal menyusuri dasar sungai yang berbatu lama-lama bikin kaki sakit juga.. hahahaha)


Kombinasi panas terik matahari, jalan menyusuri sungai berbatu saat turun dari ketinting dan lamanya berada diatas ketinting benar-benar menyebabkan kami agak kelelahan hari itu.. Padahal kalo disusuri lewat jalur darat, desa Rantau Layung dapat dicapai dalan waktu 2 jam dari desa Tanah Grogot, ibukota kabupaten Pasir.. Saat sudah lelah dan sudah bosan mengira-ngira kapan kita akan sampai di desa tujuan, akhirnya pak Timbel sang Juru Batu nyuruh Juru Kemudi untuk berhenti, kemudian turun dari ketinting dan naik ke atas.. Ada tangga kayu menuju ke atas di sebelah kiri jalan! Sekilas ada rumah kayu juga terlihat dari bawah sini.. Kita tanya aja deh pada Juru Kemudi apakah sudah sampai di desa Rantau Layung atau belum.. Langit juga sudah mulai gelap dan menjelang magrib saat itu, jawabnya simpel : IYA!

Sontak saya dan reporter saya, mbak Merta, langsung turun dari ketinting dan joget-joget kegirangan!! Ga peduli deh diliatin orang atau nggak, tapi jogetan kita itu cukup bikin ilfil memang kalo ada orang yg liat, hahaha! Si Ntong dan pak Wijaya masih jauh dibelakang dari kita, jadi sambil menunggu mereka kita juga menunggu berita baik dari pak Timbel saat turun ke bawah nanti..

Seketika saat pak Timbel turun, pengharapan kami adalah memang ini tempat tujuannya, desa Rantau Layuuuung.. Tapi ternyata dugaan kami salah! Desa tersebut masih jauuuuuh lebih ke dalam lagi.. Huwaaaaa... Seketika kami kembali lemas! Hiks!

Tapi alhamdulillah desa yg kita tuju sebenarnya cuma berjarak sekitar 500 meter atau 5 menit saja dari situ.. Pada pukul 18.30 WIT, disambut dengan sinar lembayung sore itu, akhirnya kami sampai di desa Rantau Layuuuuuungg!! Sujud syukuuuuurrr ya Allah… 9 jam perjalanan akhirnya berhasil dilalui tanpa ada hambatan berarti, cuma somplak aja nih badan naik turun ketinting ratusan kali… wkwkwk!

Dari 9 JAM perjalanan kami menuju desa Rantau Layung, saya benar-benar salut pada Juru Batu dan Juru Kemudi kedua ketinting yang mengantarkan kami.. Bahkan Juru Batu dari ketintingnya Ntong dan Pak Wijaya masih sangat muda! Umurnya baru sekitar 15 tahun (!!!), tapi udah menggeluti pekerjaan sekeras itu.. Namun yang paling menarik perhatian saya adalah Juru Batu di ketinting saya, Pak Timbel.. Usianya sudah tak bisa dibilang muda lagi, mungkin sekitar 50 tahunan, tapi ia masih kuat dan tetap semangat mengayuh ketinting, mendorong ketinting dari batu-batu besar yang hendak menghantam hanya dengan sebatang kayu, dan itu dilakukannya selama 9 JAM!! Saya aja yang kerjaannya cuma naik turun ketinting saat sungainya cetek aja merasakan lelah yang bukan maiiiiin... Apalagi yang dirasakan oleh pak Timbel.. Dan yang lebih shocking, malam hari setibanya kami di desa Rantau Layung mereka pulang lagi ke desa Kasungai.. MALAM ITU JUGA! Saya jadi nyesel ga sempet mengucapkan salam perpisahan sama pak Timbel dkk. karena malam itu kami lagi sibuk memindahkan barang-barang... Yang jelas, saya berterima kasih sekali dengan mereka, terutama pak Timbel.. Yang sabar dan kuat banget, menggeluti pekerjaan juru batu bertahun-tahun... This is my video specially made for Pak Timbel.. :')


Setibanya di desa tujuan (yang sebenarnya!), kami langsung menemui kepala desa.. Ternyata kepala desanya masih muda euy.. Dan salahnya kita, kita belum adakan koodinasi dengan aparat desa untuk liputan disana, jadi sambutannya agak kurang welcome.. Pak kades bilang kalo ga ada surat perintah dari kabupaten, lebih baik kita pulang saja.. Wakks!! Belum tau perjalanan kita seharian ini bikin badan somplak!.. Tapi dengan segala cara dan upaya akhirnya kita berhasil meyakinkan pak kades untuk bikin liputan disini.. (Ini nih salah satu ujian kita kalo lagi liputan.. Kadang ketemu dengan narasumber yang welcomeee banget, tapi ga jarang juga ketemu orang yang introvert yang mesti dilakukan pendekatan dulu baru akhirnya bisa diajak kerja sama…)

Setelah akhirnya diizinkan untuk liputan di desa ini dan bermalam di rumah pak kades, kami memindahkan muatan dari ketinting ke tempat kita bermalam.. Awalnya kita ditawari untuk tinggal di rumah baru hasil sumbangan Pemerintah Kabupaten (dikenali bgt dengan warnanya yg ungu meriaaaahh..), namun pak Kades bilang untuk MCKnya masih belum bisa digunakan karena airnya belum mengalir.. Akhirnya kita memutuskan untuk tinggal di rumah pak Kades, meskipun ia tampaknya agak sedikit kurang welcome sama kita.. Selesai membereskan barang-barang yg segede gaban banyaknya, kita semua langsung mandi karena abis berjibaku berlayar di sungai Kasungai selama 9 jam, kotor dan bau bener deh! Hehehe...


Malam harinya, kita mencari bahan-bahan makanan untuk persediaan selama tinggal disini dan ternyata di desa Rantau layung pada setiap malam Seninnya ada penjual kebutuhan rumah tangga yang datang jauh-jauh dari Tanah Grogot menggunakan mobil pick up.. Penjual-penjual ini menjajakan apa yg banyak orang butuhkan dalam sehari2, seperti buah-buahan (mangga, semangka, apel, dsb), ikan tongkol, ayam broiler, sayur-sayuran (tomat, kol, sawi, wortel, dll), bumbu dapur, terigu, gula, garam, dan masiiiiiihh banyak lagi kebutuhan dapur mama-mama disini.. Ada lagi penjual disebelahnya yg menjajakan barang2 kebutuhan rumah seperti gunting, obat-obatan, kosmetik, sendal, buku, pulpen, pensil, dan benda2 lainnya yg fungsional.. Mirip toko kelontong berjalan deh! Nah, kami borong banyak malam itu.. Saya rasa bapak penjual untung banyak malam itu karena kita borong ga kira-kira! Impulsif banget apa yang diliat pingin dibeli, hahaha…


Selesai belanja kebutuhan dapur, kami diundang pak Kades untuk makan malam dengan seluruh warga desa di balai desa..Saya baru tau, di kabupaten Paser, tiap desa disana diberikan sapi kurban masing-masing 2 ekor, dan warga desa Rantau Layung (anehnya, menurut saya..) justru memotong sapi-sapi tersebut di H-1 sebelum Idul Adha dan malam harinya, dimasak untuk dimakan bersama-sama dengan seluruh warga desa.. Kebetulan kami emang lagi lapar ganas sih, jadi ditawarin makanan ga akan nolak juga, hahaha... Ternyata begini sistem pembagiannya, setelah sapi-sapinya dipotong, dagingnya dibagian ke seluruh warga desa secara merata, kemudian tulang, jeroan dan iganya dikumpulkan jadi satu untuk kemudian dimasak dan dimakan bersama seluruh warga desa di malam harinya.. Fair and square, beda sama sistem pembagian kurban di kota-kota besar yg bahkan bisa habis sampai ke buntut2nya! Hihihi… 

Jadi malam itu kami disuguhkan sop iga kuah bening dengan rasa asam yg berbeda karena asamnya didapat dari buah yg banyak ditanam di tanah desa ini, buah Tekalo! Buah tekalo banyak ditanam di pekarangan rumah tiap warga dan rasa asamnya yg khas dan segar membuat sup iga yg disuguhkan beda rasanya... Kebayang kalo di Jakarta, tiap mangkuk sup iga yg disuguhkan mereka bisa seharga 50ribu kali!! Abis porsinya besaaaaaar banget! Saya aja sampai susah beranjak pulang dari sana karena ketagihan sama sup iganya, hahaha… (Emang doyan makan aja lo, Naaa…)

Baru dateng langsung ditawarin makan sup iga gratis, siapa nolak??! xD
Akhirnya, karena kita harus istirahat untuk isi tenaga buat syuting besok, kami izin untuk pulang dan beristirahat untuk persiapan liputan besok.. Ohya, malam itu adalah malam takbiran Idul Adha loh! Besok Idul Adha!! Ini adalah kali pertamanya saya merayakan Idul Adha jauh dari keluarga.. Saya terlahir dari keluarga yang menjunjung tinggi kebersamaan di waktu-waktu penting seperti bulan Ramadhan, Hari Raya Idul Fitri, Idul Adha, dan ulang tahun pun sebisa mungkin bersama keluarga.. Karena masing-masing dari kami sudah punya kesibukan sendiri-sendiri, jadi hari-hari penting seperti itulah yang menjadi waktu berharga kami untuk berkumpul bersama… Makanya, sedih sih sebenarnya lebaran begini jauh dari keluarga, tapi yah namanya resiko kerjaan and I love my job, anyway! Jadi malam ini saya merayakan malam takbiran bersama teman-teman JP yang sudah saya anggap keluarga sendiri.. Untung setiap kami liputan ke pedalaman kami selalu dibekali telepon satelit, jadi kami bisa menghubungi keluarga masing-masing saat hari raya Idul Adha nanti..

Listrik yg ada di desa ini menggunakan tenaga diesel yg hanya tersedia selama 4 jam dari jam 6 sore hingga 10 malam.. Namun karena malam itu adalah malam takbiran Idul Adha, waktu nyalanya listrik menjadi lebih panjang menjadi jam 12 malam.. Setelah menggelar sleeping bag di ruang tengah, saya dan mbak Merta ngobrol-ngobrol sejenak tentang rencana liputan kita besok dan lama-kelamaan pun kami terlelap diiringi suara takbir yang berkumandang malam itu..

4 comments:

  1. I Like it...
    Tapi tadi aku gak nnton -_-
    #nasib

    ReplyDelete
  2. ada video lengkapnya kah ini??ini kampung orang tua ku

    ReplyDelete
  3. Update video perjalanan saya slama travelling ada di channel youtube kuuu.. rajin cek postingan terbaru yaahh ;)

    ReplyDelete
  4. ratna : tahan banget ya nulis segini banyak, aku baca aja sampe puyeng :D

    but, ceritanya menarik2 dan enak dibaca :)

    ReplyDelete