Friday, October 4, 2013

TRAVELLING NOW : BIAK > KOMBROF KOKABEN!

Rabu pagi, 28 Agustus 2013, kita udah siap2 mau berangkat pertama kalinya ke pulau Wundi, di kepulauan Padaido. Ya, kepulauan Padaido adalah tujuan pertama kami. Sering denger nama kepulauan ini nggak? Jadi ternyata Indonesia ga cuma punya kepulauan Seribu atau kepulauan Togean aja yang terkenal dengan wisata baharinya, tapi di ujung timur sini, kita punya kepulauan Padaido yang potensial akan wisata sejarah dan wisata bahari.

Oke, saya bahas dulu tentang kepulauan yang masih masuk ke dalam kabupaten Biak Numfor ini yak… Kepulauan Padaido itu terletak di tenggara pulau Biak, dan terdiri dari gugusan pulau-pulau kecil dan sebagian besar tidak berpenghuni. Beberapa pulau diantaranya Pulau Wundi, Auki, Inbeyomi, Mbromsi, Meos, Mangguandi, Nusi, Nusi Babaruk, Nyansoren, Padaidori, Pai, Pasi, Samber Pasi, Sandedori, Saribra, Sasari, Sorina, Supraima dan Yeri.

Peta Kepulauan Biak
Adapun masih ada pulau yang dihuni oleh masyarakat Padaido namun memiliki keterbatasan sumber daya alam karena lahannya 100% terdiri dari hutan bakau dan pasir putih, jadi tidak bisa digunakan untuk bercocok tanam sehingga masyarakat kepulauan Padaido sangat menggantungkan kebutuhan pangannya dari hasil laut di perairan Biak. Pasokan air bersih pun masih memanfaatkan penampungan air hujan namun listrik sudah tersedia disini meski terbatas dalam bentuk solar cell yang disediakan oleh pemerintah kabupaten.

Kepulauan Padaido banyak menyimpan cerita sejarah yang tersimpan rapi tentang Perang Dunia II. Ga heran, dulu pulau Biak dijadikan markas persembunyian tentara Jepang selama PD II berlangsung, dan beberapa pulau di kepulauan Padaido dijadikan basis pertahanan tentara sekutu Amerika, khususnya pulau Owi yang dijadikan landasan pesawat Angkatan Udara dan pulau Wundi sebagai markas Angkatan Darat tentara sekutu AS.

Padahal jarak antara pulau Biak dan kepulauan Padaido itu dekeeeet bgt! Namun akhirnya Jepang kalah oleh Sekutu karena markasnya di pulau Biak digempur habis-habisan lewat udara… Tentara Sekutu melemparkan bom dalam jumlah massal ke gua-gua yang dijadikan tempat persembunyian tentara Jepang.. The rest was history, yang tersisa sekarang tinggal gua-gua tak berpenghuni yang didalamnya tertimbun ribuan tentara Jepang korban kejamnya Perang Dunia II. Tapi kali ini saya ga akan cerita banyak tentang sejarah di Biak, tapi mau bahas tentang serunya liputan di kepulauan Padaido selama 4 hari ke depan! Dan pulau tujuan saya kali ini adalah : PULAU WUNDI!

Peta Kepulauan Padaido
Tim Jejak Petualang berangkat ke pulau Wundi sekitar pukul 10.00 WIB dari pelabuhan TipTop, menyewa perahu boat milik keluarga Morin yang tinggalnya ga jauh dari pelabuhan. Waktu perjalanan yang ditempuh adalah 1 jam. Dengan kecepatan mesin 40 pk, sudah cukup membuat kita terombang-ambing dengan arusnya yang cukup kuat saat itu. Dari kejauhan pulau yang dituju sudah mulai tampak. Terlihat dari perairan yang awalnya berwarna biru gelap, perlahan berubah menjadi hijau terang, tanda kedalamannya mulai mendekati dangkal, hingga mesin boat pun harus dimatikan agar tidak tersangkut terumbu karang atau lamun yang mengambang. Airnya itu loooooh, ijoooooo banget! Bawaannya pingin nyemplung aja! Tapi akhirnya saya harus menahan diri karena baju harus kering buat liputan.. T__T (btw, akhirnya kesampean buat nyemplung ke laut bebas dengan BAJU LENGKAP saat semua proses syuting di pulau Wundi kelaaaar, 6 hari kemudian!! Hahaha) 

Akhirnya tiba di bibir pantai, kami langsung disambut oleh seorang anak yang tengah menggendong adiknya yang masih kecil. Dia tampak terheran dengan kami, entah, mungkin kami masih keliatan asing baginya.. Saat awak perahu sibuk memasang jangkar dan teman-teman lain bersiap-siap, saya langsung turun dari kapal untuk menghampiri anak itu. Lukas namanya. Dia tampak senang saya hampiri, terlihat dari sunggingan senyum di bibirnya saat saya ajak bicara. Namun adiknya terlihat lebih tertutup dari Lukas. Saat saya ajak bicara dia malu untuk menjawab, hihihi… Kami kemudian masuk lebih ke dalam untuk bertemu dengan penduduk asli di pulau Wundi. Kebetulan, siang itu warga di pulau Wundi tengah berkumpul di depan rumah, yang tampaknya itu rumah salah satu sesepuh di pulau Wundi. Kalo kata anak jaman sekarang mah, istilahnya basecamp gituuuh hehehe… Kebanyakan yang ngumpul itu para mama2, sedang ngobrol-ngobrol sambil persiapan masak untuk makan siang. Sedangkan laki-lakinya tengah sibuk pergi melaut. Ya, mayoritas penduduk di pulau Wundi menggantungkan hidupnya dari hasil laut di perairan Biak dengan mencari ikan, gurita, kerang, dsb untuk kemudian dijual ke pasar Bosnik setiap selasa, kamis dan sabtu. Tidak cuma laki-laki dewasa, tapi anak laki-laki berusia 8 tahun pun disini sudah jago molo ikan. Istilahnya, tidak ada anak-anak disini yang tidak memiliki kacamata molo. Mereka sudah terlatih sejak kecil karena hidup di pesisir pantai. Bahkan di hari terakhir saya syuting di pulau Wundi, mereka semangat sekali ngajak molo ikan di pantai pulau Wundi.. Bahkan ada seorang anak pulau Wundi, saya lupa namanya (dan saya nyesel banget!), selalu nempel ke saya dan selalu bertanya, “kapan kita molo ikan?”, dengan senyum lebarnya.. Sampai sekarang saya masih sangat ingat senyumannya, dan kadang rasa sesal masih terasa di hati karena tidak meluangkan banyak waktu bermain-main bersama mereka…
Ini anak yang selalu nempel ke saya dan ngajak saya bermain ke laut terus.. Maaf ya dek, kak Nana ga meluangkan waktu lebih banyak buat kamu dan kawan2… :’)
Anyway, di hari pertama kita tiba di pulau Wundi, niatnya sih mau langsung ambil gambar.. Standar prosedurnya sih kita perkenalan dulu, lalu kita sampaikan apa yg ingin diliput, kemudian semuanya mempersiapkan apa aja yg diperlukan.. Nah, segmen pertama yg akan diliput hari ini adalah liputan MASAK GURITAAA! Blaaahh, I love octopus! Ini nih yg saya suka kalo lagi liputan di laut atau pinggir pantai.. Pasti makannya seafooood! Makanya, persiapan yg dibutuhkan ya pasti gurita yg banyak ditemukan di perairan Biak... ga lebih dari 30 menit kita udah bisa dapet 2 ekor gurita yang besar2.. Sebelumnya saya diajak mama Anculina, salah satu warga pulau Wundi, untuk berburu gurita LANGSUNG DI HABITATNYA! Yak! Langsung nyelem ke laut pake kacamata molo (modal minjem mama disana.. haha) dan tanpa alat bantu lain...

Gurita itu ternyata habitatnya suka ngumpet di balik batu2an di perairan dangkal, dan umumnya mereka punya rumah alias ga hidup nomaden.. Jadi sejauh apapun dia jalan2, pasti bakal balik ke rumah persembunyiannya itu.. Sewaktu saya dan mama Anculina berburu gurita, kami menemukan gerak-gerak yang khas dari hewan berlengan 8 ini.. Lengannya goyang-goyang mengikuti arus laut yang naik turun! Hihihi… dan ternyata pas kita lebih mendekat, gurita tersebut juga sedang diincar oleh ular laut!

Ohya, ini nih yang kadang suka salah persepsi. Kebanyakan orang menyebut gurita memiliki tentakel, padahal itu bukan tentakel, tapi LENGAN.. Yess, gurita memiliki 8 lengan yang disepanjang lengannya terdapat alat penghisap (suction) yang digunakan buat bergerak dan menangkap mangsa.. Beda dengan tentakel yang cuma memiliki alat penghisap diujungnya doing.. Nah, alat hisap pada lengan gurita ini dilengkapi sama yang namanya kemoreseptor sehingga gurita bisa merasakan benda yang disentuh..

Ayo yang masih inget pelajaran biologi, gurita itu termasuk filum dan kelas apa? Kalo ga bisa jawab harus ngulang kelas lagi yak hahaha.. Yak, gurita termasuk ke dalam Filum Molusca dan Kelas Cephalopoda (kaki hewan terletak di kepala).. Meskipun sama-sama di kelas Cephalopoda, gurita ga punya cangkang luar seperti Nautilus dan juga ga punya cangkang dalam seperti sotong dan cumi-cumi.. Yang dijadikan sebagai alat pertahanan gurita adalah paruhnya yang keras berwarna kehitaman dan bentuknya kayak paruh burung, kerap digunakan untuk membunuh mangsa dan memotongnya menjadi bagian-bagian kecil..

Nah yang saya takjub nih, gurita merupakan hewan laut yang punya banyak senjata pertahanan diri, di antaranya : kantong tinta, kamuflase dengan meniru lingkungan sekitar, dan…. MEMUTUSKAN LENGAN! Saya baru tau kalo ga cuma cicak aja yang bisa mutusin bagian tubuhnya kalo keadaan terdesak, gurita juga bisaaa! Kalo saya mah, tampaknya baru bisa mutusin sebuah-hubungan-yang-tampaknya-ga-bisa-dijalanin-lagi-karena-entah-ini-kita-mau-kemana-arahnya (………)

Singkat cerita, setelah nyelem sekitar 1 jaman akhirnya kita dapat 2 ekor gurita yang akan dimasak langsung bersama mama-mama di pulau Wundi.. Kali ini saya diajak mama Anculina dan mama Sephina untuk memasak gurita ala Biak dengan cara difufu atau diasap.. Eh, kalo bahasa Biaknya : KOKABEN! Artinya diasap.. Pertama-tama guritanya direbus dulu sekitar 5 menitan gitu sampe warnanya berubah kemerah2an.. Nah, gurita yang udah direbus ini sebenarnya udah bisa layak makan, cuma biar lebih nendang mau kita asapi selama, ga nanggung2, 24 JAM! Hahaha.. iya betuuuul, 24 jam meeen kata mama Sephina.. Cuma untuuuung aja mama Sephina punya stok gurita asap yang udah matang.. Kita ga perlu nunggu selama itu buat ambil gambar gurita pas udah matangnya.. HAH!

Bagi masyarakat kepulauan Padaido, membuat gurita asap sudah menjadi kebiasaan mereka sehari-hari karena makanan tersebut kerap dijadikan bekal selama mereka melaut berhari-hari.. Pas saya liputan di Lamalera, NTT, masyarakat disana yang juga menggantungkan hidupnya dari hasil laut, biasa mengasapi daging ikan paus untuk stok makanan mereka.. Tapi tujuannya bukan untuk bekal melaut dalam waktu yang lama, namun karena di Lamalera sering terjadi musim barat atau musim paceklik yang terkadang membuat mereka tidak bisa mendapatkan bahan makanan yang mencukupi, sehingga masyarakat Lamalera kerap menyimpan stok makanan seperti daging paus asap yang disimpan di langit-langit dapur mereka.

Akhirnya, ga menunggu waktu lama, saya langsung bisa mencicipi gurita asap yang langsung saya dapatkan dari perairan laut Padaido di Biak.. Ternyata selama saya liputan mengasapi gurita, sudah banyak anak-anak di pulau Wundi yang ngumpul ingin melihat… Udah lama-lama melihat proses syuting, sekalian aja saya ajak mereka buat nyicipin gurita asap olahan saya dan mama Sephina! Dan kesan makan gurita itu …… ALOT! Hahaha.. Alot, kenyal tapi gurihnya bikin nagih.. karena saya emang suka makan seafood, ga keitung deh saya abis berapa potong gurita saat itu.. Tapi dari itu semua, yang saya dapatkan hari ini bukan cuma nikmatnya menyantap gurita asap, tapi serunya seharian penuh beraktivitas bersama masyarakat pulau Wundi, dan menyelami kehidupan mereka sehari-hari.. Mengamati senyuman di wajah mereka yang tampak lepas dan tanpa beban, menyadarkan saya bahwa kebahagiaan itu amat sangat relatif.. Terlepas dari jauhnya kehidupan mereka dari modernisasi, mereka pun bisa memiliki kebahagiaan yang belum tentu dimiliki oleh orang perkotaan.. :)

"Mengamati senyuman di wajah mereka yang tampak lepas dan tanpa beban, menyadarkan saya bahwa kebahagiaan itu amat sangat relatif.. Terlepas dari jauhnya kehidupan mereka dari modernisasi, mereka pun bisa memiliki kebahagiaan yang belum tentu dimiliki oleh orang perkotaan.."


Ini segment pas saya berburu dan makan gurita! :3

CATATAN :
  • Untuk mencapai ke pulau Wundi jaraknya sekitar 1 jam perjalanan dengan kapal boat 40 PK
  • Kapal boat yang menuju ke kepulauan Padaido banyak ditemukan di pelabuhan TipTop, namun tim Jejak Petualang kemarin menyewa kapal boat milik keluarga Morin (yang tinggalnya tidak jauh dari pelabuhan TipTop) dengan harga Rp.2.000.000/hari
  • Jika mengunjungi kepulauan Padaido dan singgah di suatu pulau berpenghuni, ada baiknya kita membawa buah tangan, seperti sembako atau SIRIH PINANG! Mama2 disana suka sekali sirih pinang, namun karena tanah di kepulauan Padaido tidak cocok ditanami tanaman maka mereka biasanya mendapatkannya saat menyebrang ke kota..
  • Saran saya, cukup bawa BERAS, BERAS, dan BERAS! Disana bahan makanan seperti ikan, cumi, gurita dan hasil lautnya mudah dicari.. Serunya, kita bisa ikut mencari ikan dengan tombak atau molo ikan buat lauk makan siang.. Lebih kerasa nikmatnya! xD
  • Air laut di kepulauan Padaido memiliki salinitas lebih tinggi dari air laut pada umumnya dan sunlight (sinar matahari) disini cukup mentereng hingga bisa bikin kulit gosong hanya dalam beberapa jam saja.. DIsarankan bawa sunscreen atau tabir surya kalo ga mau kulit gosong seketika!

No comments:

Post a Comment